PELAKSANAAN RITUAL TEMPUNG MATAI BILAI SEBAGAI HUKUM ADAT REJANG
Isi Artikel Utama
Abstrak
Penelitian ini mengungkapkan adanya mekanisme komersial yang dijatuhkan pada orang yang telah melanggar ketentuan pernikahan yaitu hamil di luar nikah. Konsekuensi hukum yang dijatuhkan pada orang yang melanggar ini adalah cuci kampung melalui proses ritual tempung matai bilai. Tempung matai bilai adalah suatu ritual yang dilaksanakan dalam rangka cuci kampung atas adanya perbuatan zina. Menurut kepercayaan orang Rejang dahulu apabila ritual ini tidak dilaksanakan maka warga dusun akan didatangi oleh harimau yang menakut-nakuti masyarakat setempat dan mala petaka akan menimpa dusun. Kebiasaan yang sudah menjadi tradisi ini kemudian diformalkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang pemberlakuan Hukum adat Istiadat Rejang Lebong dalam Wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Penelitian etnografi ini menggunakan analisis teoritis interpretatif simbolik oleh Clifford Geertz. Penelitian dilakukan di Desa Dusun Sawah dan Kelurahan Talang Benih, pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi partisipasi (pengamatan terlibat) dimana keterlibatan yang dilakukan bersifat pasif. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh gagasan dan ide tentang tempung matai bilai, untuk mendapatkan data yang valid dilakukan trianggulasi data yaitu memberikan pertanyaan yang relatif sama terhadap informan untuk mengumpulkan data yang sama. Analisis data dilakukan sejak awal penelitian dilakukan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pelaksanaan ritual tempung matai bilai di Desa Dusun Sawah dan Kelurahan Talang Benih memiliki perbedaan yaitu pemaknaan terhadap peralatan dan aktifitas yang digunakan selama ritual berlangsung. Pemaknaan orang non Rejang terhadap tempung matai bilai yaitu sebagai sebuah peraturan yang wajib dijalankan karena telah menjadi Peraturan Daerah dan mereka menerima hal ini sebagai suatu mekanisme kontrol sosial yang dapat membuat lingkungan kondusif dan normatif.