INKLUSIVITAS DALAM PARIWISATA BENGKULU: TINJAUAN TERHADAP AKSESIBILITAS DESTINASI WISATA SEJARAH BAGI PENYANDANG DISABILITAS

Penulis

  • Wahyu Widiastuti Universitas Bengkulu
  • Dita Haryani Institut Teknologi Pagar Alam

DOI:

https://doi.org/10.32663/vjs6ke97

Kata Kunci:

Pariwisata Inklusif, Kelompok Disabilitas, Destinasi Wisata Sejarah

Abstrak

Hak berwisata bagi penyandang disabilitas harus diwujudkan dalam bentuk destinasi wisata yang aksesibel dan inklusif atau memberikan pemenuhan dan perlindungan serta penghormatan bagi hak difabel. Destinasi wisata yang inklusif berarti pariwisata yang mempertimbangkan kebutuhan difabel dalam desain dan pembangunan fasilitasnya. Merujuk pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Pariwisata yang inklusif harus memenuhi lima syarat yaitu adanya Adanya parkir kendaraan bagi penyandang difabel, adanya ramp atau jalur diperuntukkan bagi pengguna kursi roda,  adanya toilet khusus difabel, Loket tiket  yang tidak menyulitkan pengguna kursi roda, dan adanya petugas bahasa isyarat yang memudahkan interaksi dengan penyandang tuli. Komite perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang Disabilitas menambahkan empat poin lagi yaitu Adanya media  informasi yang bisa diraba dan disentuh, Petugas yang khusus mendampingi difabel, sign system yang memadai dan adanya Kantin dan kafetaria yang ramah disabilitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana praktek inklusivitas di empat destinasi wisata Sejarah yang berada di Kota Bengkulu. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan pengelola tempat wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bangunan Benteng Marlborough, Tugu Thomas Parr dan Rumah Pengasingan Bung Karno serta Museum Negeri Bengkulu belum ramah disabilitas karena belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Penambahan fasilitas pada Benteng Marlborough, Tugu Thomas Parr dan Rumah Pengasingan Bung Karno terkendala dengan statusnya sebagai cagar budaya karena dikhawatirkan mengubah bentuk asli bangunan. Sementara penambahan fasilitas untuk kelompok disabilitas terkendala pada anggaran lembaga.

Diterbitkan

2024-08-12

Terbitan

Bagian

Articles