Tumpang Sari antara Jagung dan Cabai Rawit Sebagai Olahan Tani di Kabawetan

Authors

  • Mekar Ria Pangaribuan Prodi Teknik Sipil Universitas Ratu Samban
  • Meriani Meriani Prodi Teknik Elektro Politeknik Raflesia Curup
  • Abditama Srifitriani Prodi Pendidikan Geografi Universitas Prof. Dr. Hazairin SH

DOI:

https://doi.org/10.32663/abdihaz.v3i2.2554

Keywords:

cayenne pepper, corn, harvest and intercropping

Abstract

Intercropping between Corn and Cayenne Pepper as Processed Farmers in Kabawetan

The partner's land is in Kabawetan Village, Kepahiang Regency and has not been used optimally. It is suitable for intercropping between corn and cayenne pepper. How to cultivate partner land to be more productive was the goal of the activity. The method was a community assistance model through training and workshops. The result was an intercropping system was carried out through: 1) land processing, 2) seedling, 3) planting, 4) fertilization, 5) taking care the plants, and 6) harvesting. The production costs consisted of 1) seeds for an area of 12 m x 20 m wass 550.000 IDR, labor for 3 working day was 240,000 IDR, 15 sacks of fertilizer were 300,000 IDR, and mulch was 600,000 IDR. The corn was harvested every 3 months, while the cayenne pepper was harvested every 15 days. The cultivation system setup for 7 years with the used capital was 1,690,000 IDR. The corn planting started from the left side of the bed as a protection for chilies. Corn produced are around 500 plants x 2 kg x 4,000 IDR. Cayenne pepper is planted on the right side of the bed when the corn was 2 months old. The chilies were sowed first before planting on the mulching land. Cayenne pepper harvested every 15 days during the 7 years’ project period. There were about 3000 stems x 1.5 kg stem-1 x 20,000 IDR kg-1. Intercropping system can improve the welfare of partners.

References

Badan Litbang Pertanian. (2003). Panduan umum: Pelaksanaan pengkajian dan program informasi, komunikasi dan desiminasi BPTP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depertemen Pertanian.

Dinpertan Purbalingga. (2018). Penerapan pola tanam tumpangsari tanaman jagung dan cabai rawit sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian dan peningkatan pendapatan bagi petani. Diakses pada https://dinpertan.purbalinggakab.go.id/ penerapan-pola-tanam-tumpangsari-tanaman-jagung-dan-cabai-rawit-sebagai-upaya -untuk-mengoptimalkan-pemanfaatan-lahan-pertanian-dan-peningkatan-pendapatan -bagi-petani/

Geek, T. (2019). Prinsip manajemen pada sistem tanaman tumpang sari. Diakses pada https://kumparan.com/techno-geek/prinsip-manajemen-pada-sistem-tanaman-tum pang-sari-1rmKo4OP7nB

Kementan. (2020). Tumpang sari cabai-jagung bikin untung petani. Diakses pada http://hortikultura.pertanian.go.id/?p=5328.

Lubis, I. (2018). Analisis finansial dan ekonomi tanaman sela jagung dan kedelai pada areal tanaman kelapa sawit belum menghasilkan [Tesis]. Universitas Medan Area.

Marliah, A., Jumini, Jamilah. (2010). Pengaruh jarak tanam antar barisan pada sistem tumpangsari beberapa varietas jagung manis dengan kacang merah terhadap pertumbuhan dan hasil. Jurnal Agrista, 14(1), 30-38.

Pangaribuan, M. R.., Puspita, P., Amrizal, & Rosyadi, I. (2020). Pemanfaatan eceng gondok menjadi olahan pakan ternak produksi rumah tangga. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ pada Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ.

Prasetyo, Sukardjo, E. I., Pujiwati, H. (2009). Produktivitas lahan dan NKL pada tumpang sari jarak pagar dengan tanaman pangan. Jurnal Akta Agrosia, 12(1), 51-55.

Suwarto, Yahya, S., Handoko, Chozin, M. A. (2005). Kompetisi tanaman jagung dan ubi kayu dalam sistem tumpangsari. Buletin Agronomi. 33(2), 1-7.

Syukur, M., A., & Rifianto. (2013). Jagung manis dan solusi permasalahan budidaya. Penebar Swadaya.

Warisno. (1998). Jagung hibrida. Kanisius.

Widodo, W. D. (2002). Memperpanjang umur produktif cabai (60 kali petik). Penebar Swadaya.

Downloads

Published

2021-12-30

Issue

Section

Articles